Realisme adalah
filsafat yang timbul pada jaman modern dan sering disebut “anak” dari
naturalisme. Dengan berpandangan bahwa objek atau dunia luar itu adalah nyata
pada sendirinya, realisme memandang pula bahwa kenyataan itu berbeda dengan
jiwa yang mengetahui objek atau dunia luar tersebut. Kenyataan tidak sepenuhnya
bergantung dari jiwa yang mengetahui, tapi merupakan hasil pertemuan dengan
objeknya orang dapat memiliki pengetahuan yang kurang tepat mengenai banda atau
sesuatu hal yang sesungguhnya, tetapi sebaliknya dapat memiliki gambaran yang
tepat mengenai apa yang nampak. Maka dari itu pengamatan, penelitian dan
penarikan kesimpulan mengenai hasil-hasilnya perlu agar dapat diperoleh
gambaran yang tepat secara langsung atau tidak langsung mengenaisesuatu.
Sebagai aliran
filsafat, realisme berpendirian bahwa yang ada yang ditangkap pancaindra
dan yang konsepnya ada dalam budi itu memang nyata ada. Contohnya:
Batu
di jalan membuat ban sepeda motor kita kempes, baru dialami memang ada.
Tebu
yang rasanya manis tanpa memakai tambahan gula, justru dapatmenghasilkan gula.
Hal ini memang ada dan nyata.
Kucing
yang dilihat mencuri lauk di atas meja makan betul-betul ada danhidup dalam
rumah keluarga itu. 2.4 Realisme dan Pendidikan
Pendidikan dalam
realisme memiliki keterkaitan erat dengan pandangan john locke bahwa
akal-pikiran jiwa manusia tidak lain adalah tabularasa, ruang kosong tak
ubahnya kertas putih kemudian menerima impresi dari lingkungan. Oleh karena
itu, pendidikan dipandang dibutuhkan karena untuk membentuk setiap individu
agar mereka menjadi sesuai dengan apa yang dipandang baik. Dengan demikian,
pendidikan dalam realisme kerap diidentikkan sebagai sebagi upaya
pelaksanaan psikologi behaviorisme ke dalam ruang pengajaran.
Murid adalah sosok yang
mengalami inferiorisasi secara berlebih sebab ia dipandang sama sekali tidak
mengetahui apapun kecuali apa-apa yang telah pendidikan berikan. Di sini dalam
pengajaran setiap siswa akan subjek didik tak berbeda dengan robot. Ia mesti
tunduk dan takluk sepatuh-patunya untuk diprogram dan mengerti materi-materi
yang telah ditetapkan sedemikian rupa.
Pada ujung pendidikan,
realisme memiliki proyeksi ketika manusia akan dibentuk untuk hidup dalam
nilai-nilai yang telah menjadi common sense sehingga mereka mampu
beradaptasi dengan lingkungan-lingkungan yang ada. Sisi buruk pendidikan model
ini kemudian cenderung lebih banyak dikendalikan skeptisisme positivistik,
ketika mereka dalam hal apa pun akan meminta bukti dalam bentuk-bentuk yang
bisa didemonstrasikan secara indrawi.
Realisme memiliki pula
jasa bagi perkembangan dunia pendidikan. Salah satunya adalah dengan temuan
gagasan Crezh, salah seorang pendidik di Mosenius pada abad ke-17 dengan karya
Orbic Pictus-nya. Pada periode itu, temuan Orbic Pictus sempat mengejutkan
dunia pendidikan dan dipandang sebagai gagasan baru. Ini disebabkan oleh paling
tidak ada periode tersebut belum ada satupun yang memiliki pemikiran untuk
memasukkan alat bantu visual separti gambar-gambar perlu digunakan dalam
pengjaran anak, terutama dalam mempelajari bahasa. Diabad selanjutnya, yaitu
ke-18 menjelang abad 19, gagasan Moravi ini menginspirasi seorang pestalozzi.
Ia menghadirkan objek-objek peraga fisik dalam ruang pengajaran di dalam kelas.
Corak lain pendidikan
realisme adalah tekanan-tekanan hidup yang terarah kedalam
pengaturan-pengaturan serta keteraturan yang bersifat mekanistik. Meskipun
tidak semua pengaturan yang bersifat mekanistik buruk, apa yang diterapkan
realisme dalam ruang pendidikan melahirkan berbagai hal yang kemudian menuai
banyak kecaman sebab telah menjadi penyebab berbagai dehumanisasi.
Implikasi
realisme dalam pendidikan sebagai berikut:
a. Tujuah
pendidikan
Aristoteles berpendapat
bahwa pendidikan bertujuan membantu manusia mencapai kebahagiaan dengan
mengembangkan potensi diri seoptimal mungkin agar manusia menjadi unggul.
Rasionalitas manusia adalah kekuatan tertinggi manusia yang harus dikembangkan
melalui belajar berbagai macam ilmu pengetahuan. Manusia harus pula
memberanikan diri untuk mengenal diri, melatih potensi dan mengintegrasikan
berbagai peran dan tuntutan kehidupan sesuai dengan tatanan rasional
berjenjang.
b. Konsep
tentang sekolah
Setiap lembaga memilki
peran khusus, seperti lembaga keluarga, lembaga gereja, demikian pula lembaga
sekolah. Sekolah adalah lembaga khusus yang misi utamanya adalah memajukan
rasionalitas manusia. Sebagai institusi formal, maka harus mempunyai guru yang
kompeten ahli dalam bidangnya dan mengetahui bagaimana cara mengajar kepada
peserta didik yang belum dewasa. Fungsi utama sekolah adalah pengembangan
intelektual yang efisien. Sedangkan yang lain hanya fungsi sekunder,
seperti fungsi reaksional, fungsi komunitas social dan lain lain. Menggunakan sekolah
sebagai agen layanan sosial berarti membelokkan tujuan sekolah sehingga
akhirnya sekolah menjadi tidak efisien.
c. Kurikulum
Kenyataan adalah obyek
yang dapat diklasifikasikan dalam kategori kategori berdasarkan kesamaan
strukturnya. Ada berbagai disiplin ilmu berdasarkan kelompok ilmu yang saling
berkaitan untuk menjelaskan realitas. Setiap ilmu merupakan sistem konsep
dengan struktur tersendiri. Struktur mengacu pada kerangka konseptual dan makna
serta generalisasinya yang menerangkan tentang kenyataan, fisikal, alamiah,
sosial, dan realitas manusia . peran sarjana dan ilmuwan penting untuk
menentukan wilayah kurikulernya. Mereka ini tahu batas keahliannya dan bidang
garapannya. Mereka terlatih dengan metode inquiryyang merupakan cara
efisien dalam penemuan berdasarkan riset ilmiah.
Cara paling efisien dan
efektif untuk memahami kenyataan adalah belajar sistematis suatu disiplin ilmu.
Maka, kurikulum sebarusnya terdiri dari dua komponen dasar. Pertama, bidang
ilmu tertentu seperti sejarah, biologi, kimia, dan lain lain. Kedua ilmu
tentang kependidikan untuk membentuk kesiapan dan kedewasaan siswa.
Ajaran Pokok Realisme
a. Kita
hidup dalam sebuah dunia yang di dalamnya terdapat banyak hal : manusia,
hewan, tumbuhan, benda, dan sebagainya yang eksistensinya benar-benar
nyata dan ada dalam dirinya sendiri.
b. Objek-objek
kenyataan itu berada tanpa memandang harapan dan keinginan manusia.
c. Manusia
dapat menggunakan nalarnya untuk mengetahui tentang obyek ini.
d. Pengetahuan
yang diperoleh tentang obyek hukumnya dan hubungannya satu sama lain adalah
petunjuk yang paling diandalakan untuk tindakan tindakan manusia.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar