Salah
satu cabang ilmu filsafat pendidikan adalah filsafat pendidikan matematika,
yaitu suatu studi yang menelaah yang ada dan yang mungkin ada dalam dunia
pendidikan dan khususnya pendidikan matematika. Salah satu hal yang terjadi
dalam pendidikan adalah proses belajar mengajar (PBM) di sekolah. Jadi kegiatan
belajar mengajar di sekolah dapat dikaji dan diterjemahkan dari sudut pandang
filsafat. Dalam pendidikan
matematika di Indonesia sistem yang mendominasi adalah sistem yang menganut
paham Hilbert. Matematika menurut Hilbert bersifat formal, aksiomatis, dan pure
mathematics. Filsafat pendidikan
matematika yang sesuai atau mengarah pada terwujudnya kehidupan yang maju yakni
filsafat yang konservatif yang didukung oleh sebuah idealisme, rasionalisme
(kenyataan). Itu dikarenakan filsafat pendidikan matematika mengarah pada hasil
pemikiran manusia mengenai realitas, pengetahuan, dan nilai seperti yang telah
disebutkan diatas.
Jadi,
aliran filsafat yang pas dan sesuai dengan pendidikan yang mengarah pada
kehidupan yang maju yakni filsafat pendidikan progresivisme (berfokus pada
siswanya). Tapi akan lebih baik lagi bila semua filsafat diatas bisa saling
melengkapi.Tanpa Filsafat, Pendidikan Matematika Menjadi Lemah.Lemahnya pendidikan matematika di
Indonesia merupakan akibat tidak diajarkannya filsafat atau latar belakang ilmu
matematika. Dampaknya, siswa, bahkan mahasiswa, pandai mengerjakan soal, tetapi
tidak bisa memberikan makna dari soal itu. Matematika hanya diartikan sebagai
sebuah persoalan hitung-hitungan yang siap untuk diselesaikan atau dicari
jawabannya.
Menterjemahkan Proses Belajar Mengajar Matematika dengan Filsafat
Dalam
hal ini fenomena proses belajar mengajar di sekolah akan diterjemahakn
berdasarkan tiga pilar utama filsafat, yaitu :
1. Aspek Ontologi
Ontologi merupakan bagian filsafat yang
mempelajari masalah hakekat: hakekat dunia, hakekat manusia, termasuk di
dalamnya hakekat anak/peserta didik. Ontologi secara praktis akan menjadi
persoalan utama dalam pendidikan. Karena anak bergaul dengan dunia sekitarnya,
maka ia memiliki dorongan yang kuat untuk memahami tentang segala sesuatu yang
ada. Seorang guru seharusnya mengetahui hakekat manusia, khususnya hakekat
peserta didik. Hakekat manusia adalah makhluk jasmani, rohani, individual,
bebas, dan menyejarah. Sehingga dalam PBM matematika harus juga
diterapkan unsur pendidikan karakter yang dapat membentuk karakter anak/peserta
didik sebagai individu yang berkepribadian baik.
2. Aspek Epistimologi
Epistimologi adalah segala sesuatu tentang metode, yang berkaitan dengan
pertanyaan bagaimana. Fenomena yang terjadi dalam PBM matematika bagi seorang
guru adalah, bagaimana mengajarkan ilmu matematika sehingga mudah dipahami
siswa.Pertama guru harus menentukan apa yang benar
mengenai muatan yang diajarkan, kemudian guru harus menentukan alat dan metode
yang paling tepat untuk membawa muatan ini bagi siswa. Sebagai
pendidik hendaknya tidak hanya mengetahui bagaimana siswa memperoleh
pengetahuan, melainkan juga bagaimana siswa belajar. Meliputi pula pengetahuan
apa yang harus diberikan kepada anak dan bagaimana cara untuk memperoleh
pengetahuan tersebut, begitu juga bagaimana cara menyampaikan pengetahuan
tersebut.
3. Aspek Aksiologi
Pada intinya aksiologi menyoroti fakta bahwa pada proses belajar
mengajar di sekolah tujuannya tidak hanya pada kuantitas pengetahuan yang
diperoleh siswa melainkan juga dalam kualitas kehidupan yang dimungkinkan
karena pengetahuan. Pengetahuan yang luas tidak dapat memberi keuntungan pada
individu jika ia tidak mampu menggunakan pengetahuan untuk kebaikan. Jadi dari
aspek aksiologi, fenomena yang ada adalah kegiatan belajar mengajar matematika
di sekolah tidak hanya merupakan transfer ilmu pengetahuan tetapi juga
mengutamakan etik estetika dan juga sopan santun agar pengetahuan matematika
yang didapat digunakan untuk tujuan kebaikan.
Sumber :
http://www.masbied.com
http://sdn08ptkbrt.webs.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar