Naturalisme mempunyai beberapa pengertian, yaitu
dari segi bahasa, Naturalisme berasal dari dua kata, “Natural” artinya “Alami”
dan “Isme” artinya “Paham”. Aliran naturalisme dapat juga disebut sebagai
“Paham Alami”. Maksudnya, bahwa setiap manusia yang terlahir ke bumi ini pada
dasarnya memiliki kecenderungan atau pembawaan yang baik dan tak ada seorangpun
terlahir dengan pembawaan yang buruk.
Naturalisme merupakan teori yang menerima
“nature” (alam) sebagai keseluruhan realitas. Istilah “nature” telah dipakai
dalam filsafat dengan bermacam-macam arti, mulai dari dunia fisik
yang dapat dilihat oleh manusia, sampai kepada sistem total dari fenomena ruang
dan waktu. Natura adalah dunia yang diungkapkan kepada kita oleh
sains alam. Istilah naturalismeadalah kebalikan dari
istilah supernaturalisme yang mengandung pandangan dualistik terhadap
alam dengan adanya kekuatan yang ada (wujud) di atas atau di luar alam
(Titus dalam makalah Ahmad, 2012).
Naturalisme lahir pada abad ke-17 dan mengalami
perkembangan pada abad ke-18. Naturalisme berkembang dengan cepat di bidang
sains. Ia berpandangan bahwa “Learned heavily on the knowledge reported by
man’s sense” (pembelajaran yang hebat dalam ilmu pengetahuan berasal dari akal
pikiran manusia). Aliran ini dipelopori oleh J.J Rosseau, filsuf Perancis yang
hidup pada tahun 1712-1778. Rosseau berpendapat bahwa semua anak baru
dilahirkan mempunyai pembawaan baik. Pembawaan baik akan menjadi rusak karena
dipengaruhi lingkungan. Pendidikan yang diberikan orang dewasa, justru dapat
merusak pembawaan baik anak itu, sehingga aliran ini sering disebut
negativisme.
Selain Rosseau, ada juga Plato dan Aristoteles yang
menganut paham yang sama. Plato berpandangan (Tafsir, 2012 : 58-59) bahwa
ajaran idea yang lepas dari objek, yang berada di alam idea, bukan hasil
abstraksi. Idea itu umum, berarti berlaku umum. Dia berpendapat bahwa selain
kebenaran yang umum itu ada kebenaran yang khusus, yaitu “kongkretisasi” idea
di alam ini. Contoh, “kucing” di alam idea berlaku umum atau kebenaran umum,
sedangkan “kucing hitam di rumah saya” adalah kucing yang khusus.
Tokoh lain adalah Aristoteles. Ia termasuk tokoh
filsafat yang rasional. Pemikiran filsafatnya lebih maju karena dasar-dasar
sains diletakkan. Ia berpendapat bahwa makhluk hidup di dunia ini terdiri atas
dua prinsip, yaitu prinsip matter dan form.
Matter memberikan substansi sesuatu, sedangkan form memberikan
pembungkusnya.
Form disebut juga materi yaitu badan,
sedangkan matter disebut juga rohani. Badan material manusia pasti
mati, sedangkan yang memberikan bentuk kepada materi adalah jiwa. Jiwa manusia
mempunyai beberapa fungsi yaitu memberikan hidup vegetatif (seperti jiwa
tumbuh-tumbuhan), lalu memberikan hidup sensitif (seperti jiwa binatang)
akhirnya membentuk hidup intelektif. Oleh karena itu jiwa intelektif manusia
mempunyai hubungan baik dengan dunia materi maupun dengan dunia rohani, maka
Aristoteles membedakan antara bagian akal budi yang pasif dan bagian akal budi
yang aktif. Bagian akal budi yang pasif berhubungan dengan materi, dan bagian
akal budi yang yang aktif berhubungan dengan rohani. Mayer dalam Tafsir (2012 :
61) memberikan contoh lainnya, kepercayaan pada Tuhan. Tuhan dicapai dengan
akal, tetapi ia percaya pada Tuhan. Tuhan itu menurut Aristoteles berhubungan
dengan dirinya sendiri. Ia tidak berhubungan (tidak mempedulikan) dengan alam
ini. Ia bukan persona.
Berdasarkan beberapa pandangan tersebut, penulis
berkesimpulan bahwa filsafat aliran naturalisme ini begitu menjunjung tinggi
alam sebagai sarana utama dalam kehidupan manusia, bahkan Tuhan pun diyakini
tidak ada hubungannya atau tidak peduli dengan alam. Landasan kebenaran
berpatokan pada pemikiran ilmiah yang dapat dibuktikan kebenarannya secara
nyata.
Implikasi Filsafat Naturalisme dalam Pendidikan
Berbagai aliran filsafat ini memengaruhi berbagai
bidang dalam kehidupan termasuk bidang pendidikan. Pendidikan merupakan wadah
yang memiliki peranan penting dalam pembentukan karakter seseorang, baik
pendidikan dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan pendidikan formal.
Adapun naturalisme dalam filsafat pendidikan
mengajarkan bahwa guru paling alamiah dari seorang anak adalah kedua orang
tuanya. Oleh karena itu, pendidikan bagi penganut paham naturalis perlu dimulai
jauh hari sebelum proses pendidikan dilaksanakan. Sekolah merupakan dasar utama
dalam keberadaan aliran filsafat naturalisme karena belajar merupakan sesuatu
yang natural. Paham naturalisme memandang guru tidak mengajar subjek, melainkan
mengajar murid.
Spencer (Wakhudin dalam makalah Ahmad, 2012) juga
menjelaskan tujuh prinsip dalam proses pendidikan beraliran naturalisme,
adalah:
Pendidikan harus menyesuaikan diri dengan alam;
Proses pendidikan harus menyenangkan bagi anak
didik;
Pendidikan harus berdasarkan spontanitas dari
aktivitas anak;
Memperbanyak ilmu pengetahuan merupakan bagian
penting dalam pendidikan;
Pendidikan dimaksudkan untuk membantu perkembangan
fisik, sekaligus otak;
Praktik mengajar adalah seni menunda;
Metode instruksi dalam mendidik menggunakan cara
induktif; (hukuman dijatuhkan sebagai konsekuensi alam akibat melakukan
kesalahan. Kalaupun dilakukan hukuman, hal itu harus dilakukan secara
simpatik).
Naturalisme memiliki tiga prinsip tentang proses
pembelajaran (M.Arifin dan Aminuddin R. dalam makalah Ahmad, 2012), yaitu :
Anak didik belajar melalui pengalamannya sendiri.
Kemudian terjadi interaksi antara pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan dan
pengalaman di dalam dirinya secara alami.
Pendidik hanya menyediakan lingkungan belajar yang
menyenangkan. Pendidik berperan sebagai fasilitator, menyediakan lingkungan
yang mampu mendorong keberanian anak ke arah pandangan yang positif dan tanggap
terhadap kebutuhan untuk memperoleh bimbingan dan sugesti dari pendidik. Serta
memberikan tanggung jawab belajar pada diri anak didik sendiri.
Program pendidikan di sekolah harus disesuaikan
dengan minat dan bakat dengan menyediakan lingkungan belajar yang beorientasi
pada pola belajar anak didik. Anak didik diberi kesempatan menciptalan
lingkungan belajarnya sendiri.
Dengan demikian, aliran naturalisme menitikberatkan
pada strategi pembelajaran yang bersifat paedosentris, artinya, faktor
kemampuan anak didik menjadi pusat kegiatan proses belajar dan mengajar.
Nampaknya, paham aliran naturalis, saat ini diterapkan dalam kurikulum baru
yang sedang digulirkan oleh pemerintah, yaitu kurikulum 2013. Dalam kurikulum
2013 ini proses pendekatan proses pembelajaran berupa pendekatan saintifik.
Intinya, pendekatan tersebut menitikberatkan pada penggalian potensi-potensi
siswa atau dikenal dengan istilah student centered, namun tanpa
mengabaikan landasan utama pendidikan yaitu prinsip religius. Peran guru selama
proses pembelajaran hanya sebagai pembimbing, fasilitator, dan motivator bagi
siswa. Dengan pendekatan tersebut, diharapkan dapat terbentuk generasi-generasi
berakhlak baik, aktif sebagai pelopor, dan kreatif dalam menciptakan
inovasi-inovasi.
Sebelum terlahir kurikulum baru, prinsip naturalis
ini sebetulnya sudah berimplikasi dalam pendidikan, namun hanya sebatas
pendidikan di luar negeri. Seperti halnya Bobby The Potter yang mencetuskan
model pendidikan Quantum Learning. Ia menjadikan alam sebagai tempat
pembelajaran. Peserta didik dengan bebas mengeksplorasi apa yang mereka lihat,
dengar, dan rasakan di alam. Guru menempatkan dirinya sebagai mitra peserta
didik dalam berdiskusi menyelesaikan problem yang ditemukan di alam. Model
pendidikan seperti itu sangat cocok diimplementasikan dalam pembelajaran bahasa
Indonesia pada khususnya.
REFERENSI :
Barnadib, Imam. 1997. Filsafat Pendidikan,
Sistem, dan Metode. Yogyakarta : Andi Offest.
Tafsir, Ahmad. 2012. Filsafat Umum Akal dan
Hati Sejak Thales sampai Capra. Bandung : Rosda.
http://yeni-rostikawati.dosen.stkipsiliwangi.ac.id/2014/08/filsafat-naturalisme-dan-implikasinya-dalam-pendidikan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar